Minggu, 16 April 2023

 FATWA MUI MENGENAI HUKUM DAN 

PEDOMAN BERMUAMALAH MELALUI 

SOSIAL MEDIA (MEDSOS)




A. HUKUM DAN PEDOMAN BERMUAMALAH MELALUI MEDIA SOSIAL

        Dengan adanya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dapat memberikan kemudahan dalam berkomunikasi dan memperoleh informasi di tengah masyarakat kita ini. Kemudahan berkomunikasi dan memperoleh informasi melalui media digital berbasis media sosial ini dapat mendatangkan kemaslahatan bagi umat manusia, seperti mempererat tali silaturahim, untuk kegiatan ekonomi, pendidikan dan kegiatan positif lainnya. Namun disamping itu, penggunaan media digital khususnya yang berbasis media sosial di tengah masyarakat seringkali tidak disertai dengan tanggung jawab sehingga tidak jarang menjadi sarana untuk penyebaran informasi yang tidak benar, hoax¸ fitnah, ghibah, namimah, gosip, pemutarbalikan fakta, ujaran kebencian, permusuhan, kesimpangsiuran, informasi palsu, dan hal terlarang lainnya yang menyebabkan disharmoni sosial. Tak hanya itu, seringkali pengguna media sosial menerima dan menyebarkan informasi yang belum tentu benar serta bermanfaat, bisa karena sengaja atau ketidaktahuan, yang bisa menimbulkan mafsadah di tengah masyarakat. Sehingga, berdasarkan pertimbangan di atas, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang hukum dan pedoman bermuamalah melalui media sosial untuk digunakan sebagai pedoman umat muslim.

    Untuk itu pada tahun 2017 MUI, (Majelis Ulama Indonesia) telah mengeluarkan beberapa fatwa terkait penggunaan media sosial (medsos) dalam bermuamalah. Salah satu fatwa yang dikeluarkan oleh MUI pada tahun 2017, menyatakan bahwa penggunaan medsos dalam bermuamalah harus memperhatikan prinsip-prinsip agama, etika, moral, dan hukum yang berlaku. MUI juga menekankan pentingnya memperhatikan sumber informasi yang diperoleh dari medsos agar tidak menimbulkan fitnah atau penyebaran berita bohong (hoax). MUI juga telah menyarankan agar pengguna medsos tidak menggunakan platform tersebut untuk melakukan penyebaran kebencian, fitnah, atau tindakan yang merugikan orang lain. Selain itu, MUI juga menyarankan agar pengguna medsos menghindari konten-konten yang tidak layak atau tidak sesuai dengan norma agama dan moral. 

  • Kita sebagai umat beragama, yang tentunya memperhatikan moral dan etika ketika bertindak sangatlah perlu mengklarifikasi terlebih dahulu apakah berita yang tersebar itu benar adanya atau tidak. Sebagaimana firman allah dalam surat QS. Al-Hujurat: 6

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا

                                                                      عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu." (QS. Al-Hujurat: 6)

  • Kemudian, Allah swt. juga berfirman melarang hambanya untuk menyebarkan praduga dan kecurigaan, mencari keburukan orang, serta menggunjing orang lain yang disampaikan dalam surat QS. An-Nur:16
وَلَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ قُلْتُمْ مَا يَكُونُ لَنَا أَنْ نَتَكَلَّمَ بِهَٰذَا سُبْحَانَكَ هَٰذَا بُهْتَانٌ عَظِيمٌ

Artinya : Dan mengapa kamu tidak berkata, diwaktu mendengar berita bohong itu: "Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini, Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar". (QS. An-Nur 16).

إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۚ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Artinya : "Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar perbuatan yang sangat keji itu (berita bohong) tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, mereka mendapat azab yang pedih[23] di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui." (QS. An-Nur 19)


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purbasangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (QS Al-Hujurat 49 : 12)

  • Allah SWT juga menegaskan keburukan pengumpat dan pencela serta larangan mengikutinya, antara lain:

وَيْلٌۭ لِّكُلِّ هُمَزَةٍۢ لُّمَزَةٍ ١
Artinya: “Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela.” (QS. AlHumazah: 1)


 وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍۢ مَّهِينٍ ١٠  هَمَّازٍۢ مَّشَّآءٍۭ بِنَمِيمٍۢ

Artinya: “Dan janganlah engkau patuhi setiap orang yang suka bersumpah dan suka menghina, yang suka mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah” (QS. Al-Qalam 10 – 11)


B. FATWA TENTANG HUKUM DAN PEDOMAN BERMUAMALAH MELALUI MEDIA SOSIAL

        Dalam bermuamalah dengan sesama, baik di dalam kehidupan nyata maupun media sosial, setiap muslim wajib mendasarkan pada keimanan dan ketakwaan, kebajikan (mu‟asyarah bil ma‟ruf), persaudaraan (ukhuwwah), saling wasiat akan kebenaran (al-haqq) serta mengajak pada kebaikan (al-amr bi al-ma‟ruf) dan mencegah kemunkaran (al-nahyu „an al-munkar). Setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial wajib memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 

  • Senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan, tidak mendorong kekufuran dan kemaksiatan. 
  • Mempererat persaudaraan (ukhuwwah), baik persaudaraan keIslaman (ukhuwwah Islamiyyah), persaudaraan kebangsaan (ukhuwwah wathaniyyah), maupun persaudaraan kemanusiaan (ukhuwwah insaniyyah). 
  • Memperkokoh kerukunan, baik intern umat beragama, antar umat beragama, maupun antara umat beragama dengan Pemerintah.

Kemudian setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan untuk: 

  • Melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan penyebaran permusuhan. 
  • Melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antar golongan. 
  • Menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti info tentang kematian orang yang masih hidup. 
  • Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syar’i. 
  • Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau waktunya.

Disamping itu, memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi yang tidak benar kepada masyarakat hukumnya haram. Serta memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi tentang hoax, ghibah, fitnah, namimah, aib, bullying, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis terkait pribadi kepada orang lain dan/atau khalayak hukumnya haram.

C. PEDOMAN BERMUAMALAH

    Media sosial dapat digunakan sebagai sarana untuk menjalin silaturrahmi, menyebarkan informasi, dakwah, pendidikan, rekreasi, dan untuk kegiatan positif di bidang agama, politik, ekonomi, dan sosial serta budaya. Bermuamalah melalui media sosial harus dilakukan tanpa melanggar ketentuan agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal yang harus diperhatikan dalam menyikapi konten/informasi di media sosial, antara lain: 

  1. Konten/informasi yang berasal dari media sosial memiliki kemungkinan benar dan salah. 
  2. Konten/informasi yang baik belum tentu benar. 
  3. Konten/informasi yang benar belum tentu bermanfaat.
  4. Konten/informasi yang bermanfaat belum tentu cocok untuk disampaikan ke ranah publik. 
  5. Tidak semua konten/informasi yang benar itu boleh dan pantas disebar ke ranah publik
Berdasarkan penjelasan diatas penting untuk diingat bahwa fatwa MUI tidak bersifat mengikat secara hukum di Indonesia. Oleh karena itu, keputusan akhir mengenai penggunaan medsos dalam bermuamalah tetap menjadi tanggung jawab masing-masing individu, yang harus memperhatikan nilai-nilai agama dan moral yang berlaku dalam masyarakat


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ATURAN HUKUM TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

 PENERAPAN UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DALAM KEGIATAN MASYARAKAT          Sebelumnya, t ransaksi elektronik adalah pros...