FATWA MUI MENGENAI HUKUM DAN
PEDOMAN BERMUAMALAH MELALUI
SOSIAL MEDIA (MEDSOS)
Dengan adanya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dapat memberikan kemudahan dalam berkomunikasi dan memperoleh informasi di tengah masyarakat kita ini. Kemudahan berkomunikasi dan memperoleh informasi melalui media digital berbasis media sosial ini dapat mendatangkan kemaslahatan bagi umat manusia, seperti mempererat tali silaturahim, untuk kegiatan ekonomi, pendidikan dan kegiatan positif lainnya. Namun disamping itu, penggunaan media digital khususnya yang berbasis media sosial di tengah masyarakat seringkali tidak disertai dengan tanggung jawab sehingga tidak jarang menjadi sarana untuk penyebaran informasi yang tidak benar, hoax¸ fitnah, ghibah, namimah, gosip, pemutarbalikan fakta, ujaran kebencian, permusuhan, kesimpangsiuran, informasi palsu, dan hal terlarang lainnya yang menyebabkan disharmoni sosial. Tak hanya itu, seringkali pengguna media sosial menerima dan menyebarkan informasi yang belum tentu benar serta bermanfaat, bisa karena sengaja atau ketidaktahuan, yang bisa menimbulkan mafsadah di tengah masyarakat. Sehingga, berdasarkan pertimbangan di atas, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang hukum dan pedoman bermuamalah melalui media sosial untuk digunakan sebagai pedoman umat muslim.
Untuk itu pada tahun 2017 MUI, (Majelis Ulama Indonesia) telah mengeluarkan beberapa fatwa terkait penggunaan media sosial (medsos) dalam bermuamalah. Salah satu fatwa yang dikeluarkan oleh MUI pada tahun 2017, menyatakan bahwa penggunaan medsos dalam bermuamalah harus memperhatikan prinsip-prinsip agama, etika, moral, dan hukum yang berlaku. MUI juga menekankan pentingnya memperhatikan sumber informasi yang diperoleh dari medsos agar tidak menimbulkan fitnah atau penyebaran berita bohong (hoax). MUI juga telah menyarankan agar pengguna medsos tidak menggunakan platform tersebut untuk melakukan penyebaran kebencian, fitnah, atau tindakan yang merugikan orang lain. Selain itu, MUI juga menyarankan agar pengguna medsos menghindari konten-konten yang tidak layak atau tidak sesuai dengan norma agama dan moral.
- Kita sebagai umat beragama, yang tentunya memperhatikan moral dan etika ketika bertindak sangatlah perlu mengklarifikasi terlebih dahulu apakah berita yang tersebar itu benar adanya atau tidak. Sebagaimana firman allah dalam surat QS. Al-Hujurat: 6
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا
عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
- Kemudian, Allah swt. juga berfirman melarang hambanya untuk menyebarkan praduga dan kecurigaan, mencari keburukan orang, serta menggunjing orang lain yang disampaikan dalam surat QS. An-Nur:16
Allah SWT juga menegaskan keburukan pengumpat dan pencela serta larangan mengikutinya, antara lain:
Dalam bermuamalah dengan sesama, baik di dalam kehidupan nyata maupun media sosial, setiap muslim wajib mendasarkan pada keimanan dan ketakwaan, kebajikan (mu‟asyarah bil ma‟ruf), persaudaraan (ukhuwwah), saling wasiat akan kebenaran (al-haqq) serta mengajak pada kebaikan (al-amr bi al-ma‟ruf) dan mencegah kemunkaran (al-nahyu „an al-munkar). Setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial wajib memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan, tidak mendorong kekufuran dan kemaksiatan.
- Mempererat persaudaraan (ukhuwwah), baik persaudaraan keIslaman (ukhuwwah Islamiyyah), persaudaraan kebangsaan (ukhuwwah wathaniyyah), maupun persaudaraan kemanusiaan (ukhuwwah insaniyyah).
- Memperkokoh kerukunan, baik intern umat beragama, antar umat beragama, maupun antara umat beragama dengan Pemerintah.
Kemudian setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan untuk:
- Melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan penyebaran permusuhan.
- Melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antar golongan.
- Menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti info tentang kematian orang yang masih hidup.
- Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syar’i.
- Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau waktunya.
Disamping
itu, memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya
konten/informasi yang tidak benar kepada masyarakat hukumnya haram. Serta memproduksi,
menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi tentang hoax,
ghibah, fitnah, namimah, aib, bullying, ujaran kebencian, dan hal-hal lain
sejenis terkait pribadi kepada orang lain dan/atau khalayak hukumnya haram.
C. PEDOMAN BERMUAMALAH
Media
sosial dapat digunakan sebagai sarana untuk menjalin silaturrahmi, menyebarkan
informasi, dakwah, pendidikan, rekreasi, dan untuk kegiatan positif di bidang
agama, politik, ekonomi, dan sosial serta budaya. Bermuamalah melalui media
sosial harus dilakukan tanpa melanggar ketentuan agama dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
- Konten/informasi yang berasal dari media sosial memiliki kemungkinan benar dan salah.
- Konten/informasi yang baik belum tentu benar.
- Konten/informasi yang benar belum tentu bermanfaat.
- Konten/informasi yang bermanfaat belum tentu cocok untuk disampaikan ke ranah publik.
- Tidak semua konten/informasi yang benar itu boleh dan pantas disebar ke ranah publik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar